Senin, 15 September 2014

PESANTREN DAN TRADISI BERSASTRA.

Oleh Moh. Ghufron Cholid

Pesantren dalam kiprahnya tak hanya memiliki peranan penting dalam kemerdekaan bangsa Indonesia, namun juga ikut mewarnai khazanah sastra.

Sejatinya pesantren yang dianggap kolot dan terbelakang tak selalunya bisa diamini. Pesantren begitu akrab dengan khazanah sastra, di samping tetap menjadi penjaga gawang moral.

Di tengah hiruk pikuk tentang kerinduan seorang vigur yang menjadi suri tauladan maka peranan kiai di pesantren menjadi begitu vital sebab ianya bisa menjadi cermin berkaca santri-santrinya.

Al-Qur'an mukjizat terbesar nabi yang tiada banding sampai luluh lantah alam semesta tetap menjadi rujukan kehidupan, rujukan kesusastraan tertinggi, oleh sebab ianya bukan bikinan manusia.

Islam sangat memperhatikan status penyair meski di negara Indonesia tak pernah dicantumkan dalam KTP. Mengingat begitu vitalnya peran penyair, Allah menyediakan surat khusus buat para penyair asy-syuara (para penyair).

Lalu apa kaitannya pesantren dengan khazanah sastra? Bukankah pesantren hanya dipandang sebagai lembaga pendidikan yang hanya menangani keagamaan?
Pesantren sebagai sentral lembaga pendidikan agama maka di samping memperhatikan pendidikan kerohaniaan, pesantren juga menjadi pusat kajian tentang ilmu-ilmu klasik termasuk ilmu sastra.

Nahwu dan Shorrof menjadi semacam kunci membuka beragam ilmu pengetahuan, mengkaji permasalahan hidup dalam perspektif agama. Tak hanya itu, pesantren tak pernah sepi dalam menggemakan khazanah sastra, baik dalam diba'i yang memuat kisah-kisah nabi yang menggetarkan maupun dalam nadham yang sering dijadikan lagu, sebelum pelajaran dimulai atau dalam kegiatan menambah ilmu pengetahuan.

Man lam yaktaqid lam yan tafik, begitu bunyi sebuah nadham imriti yang artinya siapa yang tidak yakin takkan memperoleh manfaat.

Pelajaran balaghah yang diajarkan di pesantren sejatinya untuk memperhalus bahasa ataupun mengasah kepekaan jiwa.

GAUNG SASTRA PESANTREN

Puncak sastra tertinggi sepanjang abad yang tiada tandingannya adalah al-Qur'an oleh ianya bukan buatan manusia melainkan ciptaan Allah Yang Maha Esa, yang di dalamnya mengandung pelajaran hidup dan kehidupan.

Al-Qur'an adalah petunjuk bagi orang yang bertakwa, lalu siapakah orang yang muttaqien itu? Paling tidak surat al-baqarah ayat 2-3 telah menjelaskan al-Qur'an dengan orang yang muttaqien.

Menginsafi al-Qur'an sebagai puncak tertinggi kesustraan yang tiada banding maka mempelajari dan mengamalkan isinya adalah sesuatu yang akan membawa keberkahan dalam hidup.

Puisi pendek pun telah dicontohkan dalam al-qur'an dengan begitu dahsyat dan menggetarkan, hanya terdiri atas 3 ayat yakni terdapat dalam surat al-kautsar. Lalu apa kaitannya dengan gaung sastra pesantren?

Jamal D Rahman dalam sebuah tulisan berjudul Sastra, Pesantren dan Radikalisme Islam menyatakan sastra pesantren paling tidak memiliki tiga pengertian yakni 1) Sastra yang hidup di pesantren 2) Sastra yang ditulis oleh orang-orang (kiai, santri, alumni) pesantren 3) Sastra bertemakan pesantren, seperti Umi Kulsum, Djamil Suherman, Geni Jora, Abidah el-Khaliqiey, dan Maria & Maryam Parahdiba.

Jika mengamati yang diungkap oleh Jamal D Rahman setidaknya menunjukkan bukti bahwa pesantren tidak buta terhadap khazanah sastra, puisi abu nawas, imam syafi'e dan karya sastra ulama salafussaleh sangat akrab di kalangan pesantren, baik disenandungkan perorangan maupun berjamaah.

Dari rahim pesantren lahirlah Gus Mus, Jamal D Rahman, Kiai Faizi Guluk-guluk, Moh. Nurul Kamil, A'yat Khalili, Ahmad Kekal Hamdani, Raedu Basha dan sederet penulis yang tak bisa saya sebut satu persatu.

Berikut saya hadirkan satu puisi gus mus yang dimuat di album sajak-sajak a. mustofa bisri halaman, 363 berjudul,

DOA

Kami tak berani menatap langit
Bumi yang terbaring
Terus mengerang
Menghisap airmata kami
(Tapi tak menghilangkan, sayang
bahkan menambah dahaga)

Ada sebuah pengakuan tentang ketakberdayaan seorang manusia yang disampaikan pada Tuhannya. Ada runduk diri yang khusyuk dalam menginsafi hidup, seakan ingin mengabarkan pada tiap pribadi, betapa ketakberdayaan yang dimiliki manusia mampu melahirkan sebuah pengakuan akan keserbamahaan Tuhan, oleh sebab itu doa menjadi jalan menyampaikan keluh kesah yang mendera manusia dengan harapan duka tak terlalu mesra menyalami jiwa.

Dengan demikian khazanah sastra pesantren dapat memberi bentuk bagi seseorang dalam menjalani hidup, agar senantiasa rukuk. Mengamalkan segala upaya agar tak tergolong dalam penyair yang sesat. Lebih memilih menjadi golongan yang mengantarkan jiwa semakin dekat pada Tuhannya.


Madura, 15 September 2014
*Khadimul qalam fillah, menetap di Madura.

Sabtu, 06 September 2014

MENGGALI RUPA TANGIS

(Sebuah Esai Apresiatif Atas Puisi Tangis Malam Karya Yanu Grastyanto)
Oleh Moh. Ghufron Cholid

Tangis, tanda cinta yang lain untuk menajamkan mata jiwa. Moh. Ghufron Cholid

TANGIS MALAM

Ada Tuhan di lukamu
Meneteskan musim pancaroba

Yanu Grastyanto, 2014

Pendahuluaan
Tangis Malam demikian Yanu memperkenalkan anak imajinasinya. Pengambilan judul yang baik. Adakah malam itu memang menangis? Di sinilah Yanu membuka pandangannya, kalau ada hal yang biasa namun dimasukkan ke tubuh sastra, menjadi tak biasa, oleh ianya melahirkan daya renung.

Tangis bisa saja diperkenalkan sebagai tanda kesedihan. Benarkah? Pendapat ini benar namun tak bisa diaminkan seratus persen sebab tangis juga bisa jadi tanda haru. Haru atas perjuangan yang ditempuh dengan tabah, namun berbuah anugerah.

Malam bisa diidentikkan dengan gelap, sunyi, mengiris jiwa atau sebagai bahan menempa jiwa untuk menjadi pribadi yang lebih bercahaya dan lebih wibawa. Jika ruh wal laylu libasa menjadi ruh bagi tubuh malam, maka bisa dimaknai bahan refleksi untuk istirahat, untuk membeningkan hati.

Malam yang bisa diibaratkan ibu kesunyian bisa dijadikan bahan renung untuk mengetahui seberapa besar kemampuan diri bisa bertahan dengan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain.Malam dengan sunyinya, manusia dengan sisi individualnya bisa menjadi kajian untuk menguji seberapa besar manusia bisa menaklukkan ego dalam dirinya.

Berbicara tentang malam pastilah memiliki keutamaan ada pun sebagiian keutamaan malam sebagaimana firman Allah.

اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ
Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.
(QS: Al-Mu'min Ayat: 61)

Adanya malam sebagai bentuk keseimbangan hidup, jika siang digunakan untuk bekerja maka malam digunakan untuk istirahat, bagaimana pun tubuh memiliki hak untuk istirahat agar kita tidak mudah sakit. Jika bekerja terus menerus tanpa memiliki waktu istirahat sama halnya kendaraan yang terus melaju tanpa memperhatikan rambu-rambu jalan, padahal ada manfaat di dalamnya agar terhindar dari kecelakaan (sakit).

Adanya malam sebagai waktu istirahat, sudah dinyatakan dengan tegas kalau manusia tidak mensyukurinya. Menyadari malam sebagai waktu istirahat akan menjadikan kita manusia yang lebih pandai bersyukur.
Di dalam firman Allah yang lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44]: 3-4)Jadi malam merupakan waktu yang istimewa dan sangat mengandung sejarah yakni penurunan al-Qur'an pada suatu malam yang diberkahi dan di dalamnya tr4dapat peringatan, yang di dalamnya terdapat banyak pelajaran hikmah.

Pembahasan
Ada Tuhan di lukamu, kata Yanu seakan ingin berbicara dengan dirinya, nuraninya atau sedang ingin menegaskan keadaan kita sebagai manusia bahwa ada upaya untuk menghibur untuk tidak putus asa atas cobaan yang diderita.Yanu seakan ingin menegaskan dan menghidupkan aliran kepercayaan bahwa kita tak pernah benar-benar sendiri menjalani kehidupan, sebab Tuhan selalu ada untuk kita.

Ada Tuhan, ada benih-benih ketauhidan yang ingin ditanamkan oleh Yanu pada dirinya dan pada kita sebagai pembaca.Sifat wujud (ada) adalah sifat Tuhan yang wajib diketahui dari duapuluh sifat yang dimilikiNya. Oleh sangat vital dan sensitifnya kewujudan Tuhan maka diletakkan paling utama dari dua puluh sifat utama.

Adanya Tuhan bisa diketahui dengan adanya penciptaan langit dan bumi beserta isinya. Tuhan dengan KunNya bisa menjadikan yang ada menjadi tiada, lalu menjadikan ada.Namun meski Tuhan memiliki Kun, Tuhan menciptakan langit dan bumi beserta isiNya dalam enam masa, oleh Tuhan menghargai proses hamba-hambaNya.

Ada Tuhan di lukamu, kata Yanu untuk semakin menguatkan aqidah agar tetap percaya bahwa Tuhan selalu ada dan tak pernah menyia-nyiakan hamba-hambaNya. Dalam firman Allah, Manusia diciptakan dalam keluh kesah yang dengannya manusia bisa lebih mengenal Tuhannya, dirinya, mengenal orang lain dan lingkungannya.

Apa-apa yang menimpa dari musibah di bumi dan di langit kecuali sudah termaktub, hal yang demikian sangat mudah bagi Allah.

Jika merenungi firman Allah dan menginsafi dengan tenang, bahwa pada hakekatnya musibah yang menimpa sebenarnya sudah termaktub dan mudah bagi Tuhan.Ada Tuhan di lukamu, kata Yanu seakan ingin menyampaikan bahwa Tuhan sedang menguji kesabaran manusia. Oleh ianya sebagai media untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.

Meneteskan musim pancaroba, kata Yanu pada hakekatnya dalam musim yang berganti terdapat renungan jika kita menyikapi Ada Tuhan di lukamu maka efeknya terjadi seperti yang diisyaratkan oleh Yanu, meneteskan musim pancaroba.Kita semakin dewasa mengenali waktu, mengenali diri.

Allah berfirman, Dan bahwasanya Dialah yang membuat tertawa dan menangis (An-Najm: 43) jadi kebahagiaan (tertawa) dan menangis berasal dari Allah, maka pada hakekatnya tertawa dan menangis adalah dua hal yang saling mengisi, yang keduanya berasal dari Allah.Manusia bisa tertawa karena mendengar, melihat atau membaca hal-hal yang lucu, yang dengannya segala beban bisa sirna. Manusia bisa menangis oleh sisi kemanusiaannya tersentuh, baik ketika tak kuasa membendung duka maupun ketika tak kuasa membendung rasa haru yang meluap-luap.

Ketika segala duka dipendam di dada, dan tak dikeluarkan lewat tangisan maka beban pun semakin memuncak dada sesak, yang tersisa hanyalah penyakit yang terkuat.Ketika kita meyakini tertawa dan menangis berasal dari Allah maka kita secara perlahan tapi pasti menuju ke arah pengenalan diri. Menginsafi segala kejadian dengan bijak dan mata hikmahpun semakin menajam.

Dalam surat Attaubah:82 Allah berfirman, maka hendaklah merekatertawa sedikit dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. Sedikit tertawa dan banyak menangis adalah dua hal yang dianjurkan. Oleh karena keduanya bisa menjadi jalan menuju pendewasaan. Sedikit tertawa akan melahirkan bijak sementara banyak menangis, akan membuat manusia semakin peka dalam menjalani hidup.

Sedikit tertawa bisa juga dikaitkan dalam kehidupan dunia, sebab terkadang manusia akan merasa lebih dibandingkan manusia lain dan mudah menertawakan kekurangan orang lain, padahal kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia hanyalah titipan. yang tidak menutup kemungkinan akan berganti peran antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.

Misalkan ketika manusia dalam keadaan kaya lantas menertawakan kehidupan manusia lain yang sangat tragis karena kemiskinannya, sehingga tak bisa mengontrol dirinya dan mati hatinya dalam mengenal sesama, namun ketika nasib sudah berpihak pada orang yang ditertawakan karena kemiskinannya berubah menjadi orang kaya dan orang kaya yang dengan kekayaannya begitu congkak sehingga begitu ringan menertawakan hidup orang lain, akan menjadi orang yang bersedih ketika mengalami sendiri.

Hakekatnya tertawa dan menangis adalah pemberian Allah yang harus disikapi dengan bijak, agar melahirkan manusia-manusia bijaksana, selalu menghidupkan Allah di tiap suasana. Sedikit tertawa lebih difokuskan pada kehidupan dunia, sementara banyak menangis lebih difokuskan pada tingkah laku yang mengarah pada kehidupan akhirat. Dengan menyadari sedikit tertawa (pada kehidupan dunia) dan banyak menangis (merenungi kehidupan akhirat) maka takkan ada lagi yang bisa menepuk dada dengan hidup yang telah didapat dan tak ada pula yang terlalu bersedih karena mendapatkan kegagalan.

Yanu seakan ingin merubah ketimpangan yang disaksikan atas kerapuhan hati manusia dalam menyikapi cobaan. Yanu seakan ingin menguatkan hatinya atau hati pembacanya untuk tidak terlalu bersedih dan untuk tidak terlalu banyak menertawai kehidupan yang disaksikan.

Paling tidak puisi tangis malam karya Yanu, ingin menegaskan agar kita tak putus asa dalam menjalani hidup, yang kadang kala tak seirama harap.

Madura, 5 September 2014

DAUN-DAUN HITAM YANG MENGUNGKAP CINTA

(esai apresiatif atas cerpen Yuli Nugrahani berjudul Daun-daun Hitam)

Oleh Moh. Ghufron Cholid*



Pendahuluan

Ada baiknya sebelum mengintimi cerpen Daun-daun Hitam, saya ketengahkan sekilas tentang biodata penulis cerpen Daun-daun Hitam yakni Yuli Nugrahani, lahir di Kediri, 9 Juli 1974. Minat membaca dan menulis sejak kecil. Selain jurnalistik, bidang lain yang diminati hingga kini adalah sosial, keadilan dan perdamaian. Karya sastra dalam bentuk cerita pendek mulai dipublikasikan pada tahun 1998, tersebar di beberapa media, termasuk dan Antologi Cerpen 'Kawin Massal', 2011 dan Antologi Puisi dan Cerpen Hilang Silsilah, 2013. Keduanya diterbitkan oleh Dewan Kesenian Lampung. Puisi-puisinya mulai dipublikasikan pada 2013, terangkum dalam kumpulan puisi Pembatas Buku diterbitkan oleh Indepth Publishing, 2014 juga masuk dalam Antologi Puisi 8 Tahun Lumpur Lapindo 'Gemuruh Ingatan', 2014.


Daun-daun hitam, Yuli memperkenalkan anak imajinasi dengan sesuatu yang mampu membuat seorang penasaran, tentang warna daun. Daun umumnya berwarna hijau, kuning, dan cokelat. Namun daun hitam adalah pengenalan yang tak lazim? adakah daun hitam itu? Ketertarikan itulah yang membuat saya mengakrabi cerpen ini. Ternyata untuk sampai pada daun hitam, Yuli mengemasnya dalam cerita konflik yang penuh konflik dalam sebuah keluarga yang hanya dihuni oleh Bapak yang digambarkan sebagai sosok yang tak lagi berdaya karena faktor usia, disertai keinginannya untuk pulang ke kampung halaman, di tengah himpitan ekonomi. , anak laki-laki yang juga seorang suami, yang memiliki konflik cemburu kepada bapaknya yang terlalu mendapatkan perhatian lebih di banding dirinya sebagai seorang suami. dan menantu (istri) yang memiliki konflik batin antara berbakti kepada Bapak mertua yang sudah tak berdaya dan mencintai suami yang menjadikannya istri. .

Tokoh Bapak atau ayah mertua yang digambarkan sebagai tokoh yang tak berdaya di masa tuanya, berikut penutulisan penulis atau pendeskripsiannya, Suara batuk bapak memecah udara. Bapak semakin sering batuk akhir-akhir ini. Istriku memakaikan pampers ukuran besaruntuk bapak supaya dia tidak sering-sering mengganti sprei dan selimut. Setiap batuk pasti ada kencing yang ikut keluar. Bau ompol orang tua sangat menyengat, pesing dan sengak, tidak mudah dibersihkan dan baunya bisa menyebar hingga kamar. 

Dalam hal ini Yuli berhasil memotret konflik kehidupan manusia di masa tua yang tidak bisa dihindari, di mana manusia ketika sudah berada di usia tua, ia akan kembali menjadi seseorang yang sangat membutuhkan perhatian lebih karena tidak bisa hidup mandiri, bahkan untuk mengerjakan pekerjaan yang sangat vital seperti ganti baju, kencing dan lain sebagainya. 

Yuli Kembali mendeskrispsikan tokoh bapak dengan sangat apik, sejak bapak pindah ke rumahku, melukis dan segala percobaan melukis menjadi satu-satunya kegiatan yang ditekuninya. Setelah Bapak tidak lagi aktif melukis, peralatannya diletakkan di gudang itu bercampur dengan alat-alat masak dan juga alat kebersihan. (halaman, 2)

Ada kecendrungan perubahan sikap manusia di masa muda dan masa tua. Di masa muda, manusia cendrung bisa mengerjakan segala aktivitas yang disukainya dengan mudah namun di masa tua, manusia sudah tidak bisa beraktivitas dengan baik dikarenakan perubahan usia, manusia selalu suka pada hal yang baru. Segala sesuatu yang disukai akan dirawat dengan baik, lain halnya ketika alat tersebut sudah tak menarik minat atau tak bisa dipakai, ia akan meletakkannya dalam gudang dan mencampurnya dengan beragam peralatan yang tak terpakai. Yuli hendak menggugat kebiasaan tersebut.

Ketakberdayaan seorang bapak begitu inten diamati Yuli dalam cerpennya dan ia pun menulis begini, Dulu, apapun pasti beres jika ada bapak, tak mungkin tidak, bahkan saat aku marah padanya pun segala urusan masih diselesaikannya. Tapi kini, hanya sekedar ingin bicara saja, batuk sudah menyembur duluan. Bapak tidak lagi bisa bergerak leluasa. Bahkan untuk kencing dan berak, istriku yang harus membantu membersihkannya. Tidak ada lagi petani kakao gagah yang dulu begitu bangga merasa memiliki tanah-tanah dan keahlian mengolahnya. Tak ada lagi seniman kukuh yang terus bereksperimen mengolah sampah menjadi lukisan-lukisan. Tanahnya hilang, kreatifitasnya tak tersisa dan tubuh kokohnya lunglai. Setetes embun mengental di ujung pelupukku. Bapak. Mungkinkah kembali ke Betung tanpa mengingat tanah-tanah yang hilang dan keperkasaan yang terguncang? Mungkinkah kembali ke sana tanpa rasa sakit hati yang dulu mampu meluapkan amarah bahkan sanggap membunuh orang? (halaman, 3)

Penggambaran atas ketakberdayaan seorang manusia karena perubahan usia, kegelisahan seorang anak yyang sedang memikirkan keadaan orang tuanya yang sedang sakit-sakitan, ingatan seseorang atas konflik yang mengiris batin di masa silam, direkam secara apik oleh Yuli.

Perhatian seorang menantu kepada Bapak mertuanya dan kecemburuan tokoh suami pada istrinya, yang lebih perhatian kepada Bapak mertuanya yang sedang sakit. Yuli menulis begini, "Jangan ganggu bapak. Baru bisa tertidur beberapa menit. Batuknya, kasihan." (halaman 3). di kesempatan yang lain Yuli menulis begini, Dia begitu telaten menghadapi bapak. Direngkuhnya serupa bapaknya sndiri. Bahkan kadang-kadang aku merasa bahwa dia lebih sayang pada bapak daripada aku. Dia (halaman, 4).

Adalah sifat dasar manusia cemburu pada orang lain terlebih jika yang dicintainya lebih perhatian pada orang lain dibandingkan dirinya kendati orang yang lebih diperhatikan adalah orang tuanya sendiri (ayah mertuanya). 

Kenangan pada kampung halaman selalu diingat meski dalam perantauan, demikian yang hendak ditegaskan oleh Yuli selaku cerpenis, hal ini dituang dalam pandangannya,  Aku masih terlalu sakit jika mengingat kenangan-kenangan Betung dan seluruh peristiwa yang membuat tanah-tanah kami tiba-tiba diambil para perampas. Tanah-tanah yang tak bisa lagi kami masuki dengan leluasa dan tak bisa kami ambil buah-buah manisnya. 

Saya pun terus membaca baris demi baris hingga saya mendapatkan jawaban mengapa Yuli memperkenalkan cerpennya sebagai daun hitam, pada paragraf ini saya menemukan jawaban atas rasa penasaran saya, tentang daun hitam, Yuli menulis begini, Daun-daun sudah terbakar sebagian. Api mengubah daun-daun menjadi hitam jelaga dengan gurat-gurat daun yang masih tersisa. Pikiranku menghablur pada kenangan lereng Betung, Istriku ingin ke sana. Bapak pun ingin kembali ke sana. "Aku mau dikuburkan di kampungku sendiri." Kata-katanya jelas diucapkan beberapa kali saat sakit mulai menderanya dulu. "Lebih baik jika aku pulang sebelum mati, sehingga kau tak perlu mengusung kerandaku. Biar aku jalan sendiri dan pulang." 

Ada pelajaran berharga yang bisa dipetik dari hasil membaca cerpen daun-daun hitam karya Yuli Nugrahani yakni tanah kelahiran akan selalu menyisipkan kerinduan kendati berada di tanah rantau. Tanah kelahiran akan selalu lekat dalam kenangan, meski dengan mengingatnya beragam konflik batin akan mendera. Mati di kampung halaman merupakan impian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang yang begitu mencintai tanah kelahirannya, dengan segenap konflik kehidupan yang mengiringi. 

Yuli seakan ingin menegaskan lewat cerpen daun-daun hitam bahwa kampung halaman adalah paling baiknya tempat menempa kepekaan dan ketabahan. Kampung halaman akan selalu hidup dalam ingatan, oleh karenanya mati di kampung halaman adalah hal yang sangat membanggakan. 

Sebagai penyair yang juga cerpenis yang menyukai sosial, keadilan dan perdamaian, Yuli telah bergerak dan menerjemahkan impiannya lewat karya cerpen yang digeluti, ketika kecintaan akan kampung halaman mulai meredup, Yuli bangkit dan berteriak lantang lewat cerpennya untuk mengajak kita kembali ke kampung halaman, tanah kelahiran. Hanya dengan mencintai kampung halaman kita bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik, menjadikan kampung halaman sebagai tempat untuk berbagi hidup dan penghidupan dengan sesama. 

Tak hanya itu, Yuli menegaskan kecintaan seorang bapak pada anaknya tak pernah menipu, hal ini diungkapkan, melalui pendekripsiannya, "Ya ampun. Bahkan bapak memotret beruk." Lalu foto-fotoku saat masih remaja, juga saat perkawinan kami. Foto kami sekeluarga  di depan rumah. Di dekat sungai, di anatara pohon karet dan kakao. (Halaman, 4)

Bapak yang bekerja keras, kasih sayangnya kurang diliput, sehingga dalam agama menghormati ibu 3:1 daripada bapak. Hal ini bisa dipahami karena ibu yang mengandung sembilan purnama, melahirkan dengan suka cita. Namun lewat cerpen Yuli Nugrahani keintaan seorang Bapak pada anak dan menantunya berhasil diungkap. 

Madura, 6 Sepetember 2014
*Pendiri Dengan Puisi Kutebar Cinta, penikmat sastra, bermukim di Madura. 

KUNANG-KUNANG ANTARA MITOS DAN KEAJAIBANNYA

(Sebuah Esai Apresiatif Atas Puisi Bintang Kartika Bertajuk Kunang-kunang)
Oleh Moh. Ghufron Cholid*

Kunang dengan kerlip cahayanya adalah anugerah terindah yang dimiliki malam namun kunang-kunang sejatinya ciptaan Tuhan bukan lahir dari sebuah mitos yang menyatakan berasal dari kuku mayat. Moh. Ghufron Cholid

KUNANG-KUNANG

gelap dan sendiri
di tapal batas hidup

Bintang Kartika, September 2014.

Ada yang menarik dari karya Bintang Kartika yang telah melahirkan kontroversi dalam menikamati dan memberikan penyematan bintang sebagai upanya apresiasi. Sudaryono Unja menyematkan 5 bintang, Imron Tohari 4 bintang, Muhammad Rois Rinaldi 3 bintang untuk puisi Bintang Kartika berjudul kunang-kunang. bagi saya penilaian yang berbeda adalah rahmah yang dengannya menunjukkan keberagaman pandangan sekaligus menegaskan tak semua orang harus manut seperti bebek hanya untuk dibilang memiliki nilai cita rasa dalam menikmati karya. 

Tiap pembaca memiliki hak yang sama untuk berkata jelek atau bagus beserta alasannya sebab puisi adalah rasa, oleh ianya rasa maka perbedaan rasa yang ditangkap tiap pembaca adalah hal yang sunnatullah. Berikut pandangan mas Sudaryono Unja (DAM) atas karya Bintang Kartika, dalam esai yang diberi tajuk "KUNANG-KUNANG" YANG MEMBUAT KEPALA BERKUNANG? DAM bertutur, Puisi yang dituis oleh Bintang Kartika, yang katanya iseng-iseng untuk mengisi kekosongan hari Jumat tampil sederhana. Justru kesederhanaan inilah yang dahi berkerut, kepala berkunang-kunang. Artinya, membaca sebuah puisi tidaklah mudah, tidak bisa disamakan membaca pernyataan, membaca berita, atau surat cinta. Persoalan kita menghadapi puisi pendek, dua larik tujuh kata (di sini digunakan larik, bukan kalimat atau bait) perlu kecermatan, berupaya meraih pemahaman dan pemaknaan sebelum memberikan justifiksi: menderas, terkena jebakan batman! 

Lain pembaca lain pula pandangan yang dipaparkan, pembaca memiliki kebebasan menafsirkan puisi yang dibacanya tanpa harus manut-manut pada pendapat orang lain, Adalah Mohsyahriel Daeng memiliki pandangan berbeda dengan DAM Puisi di atas sangat sederhana yang hanya berkisah tentang pengalaman si penyair yang melihat seekor kunang-kunang, menyendiri dan terpisah dari kelompoknya. Meskipun dalam gelapan, namun si kunang- kunang masih mampu menciptakan sekerdip cahayanya. Perjalanan menyendiri itu sebagai tapal batas akhir kehidupannya, hingga ia hinggap di dinding dan disambar oleh cecak atau serangga lainnya.

Rasa tak adil bila saya hanya mengutip pandangan orang lain tanpa menghadirkan pandangan saya atas puisi Bintang Kartika, 

gelap dan sendiri, demikian Bintang Kartika memulai pandangannya di larik pertama puisi yang ditulisnya. Gelap dan sendiri adalah dua hal yang bisa saja beriringan namun bisa pula berseberangan. Gelap adalah waktu di mana tak ada cahaya. Waktu ketika terang tak lagi menyapa, biasanya diidentikkan dengan malam, hal ini sangat tepat jika disandingkan dengan judul yang dihadirkan Bintang Kartika. Keindahan kunang-kunang akan semakin indah bila disaksikan ketika malam. 

gelap adalah saat-saat manusia bisa dikatakan sendiri tanpa ditemani manusia yang lain, karena memang ketika gelap yang paling cocok adalah tidur agar badan bisa sehat dan sakit akibat bekerja keras bisa hilang perlahan. Benarkah gelap dan sendiri selamanya bergandengan tangan? Ada benarnya namun tak seutuhnya benar. Gelap tak selalunya bisa diidentikkan dengan sendiri, jika gelap yang dimaksud adalah ketika kita mati dan menjadikan kuburan sebagai rumah, tanpa ditemani sanak-saudara, barangkali bisa kita sepakati kalau gelap dan sendiri satu kesatuan yang saling melengkapi namun tak bisa dibenarkan seratus persen, sebab pada hakekatnya tak ada manusia yang benarbenar sendiri, selalu ada Tuhan yang menemani. 

Bahkan dalam kuburanpun manusia tak tinggal seorang diri, ada dua malaikat mukar dan nakir yang setia menemani seraya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab,jika manusia mengimani adanya Tuhan dan adanya dua malaikat yang akan menanyai ketika berada dalam kubur, tentu takkan pernah merasa sendiri. Jika manusia berada dalam tingkatan ihsan, merasa sendiri saya kira adalah tindakan yang konyol, bagi manusia yang memiliki agama. 

gelap dan sendiri, bisa dimaklumi jika kita merunut pada keadaan penyair dan menikmati keindahan kunang-kunang karena mungkin memang sedang menikmati sendirian tanpa ditemani orang lain. Namun jika pandangan ini ditarik dalam ranah spritual tentu pandangan tersebut adalah tindakan yang sangat gegabah. 

Jika gelap dan sendiri hendak melukiskan keadaan manusia dalam kubur, barangkali bisa kita terima namun tak seratus persen, sebab pada hakekatnya manusia akan membawa amalnya masing-masing dan amal yang tidak terputus ada tiga macam yakni 1) Shadaqah Jariyah 2. Ilmu yang bermanfaat 3. Anak yang saleh/saleha yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya. 

Jika gelap dan sendiri yang dimaksud adalah terpisahnya manusia dari keluarganya ketika mati, saya mengamini. Namun jika dijadikan alasan pembenaran bahwa di kuburan tak ada yang menemani selain manusia, saya tidak sepakat, jika memang manusia tersebut adalah manusia yang beragama khususnya yang beragama Islam. 

di tapal batas kehidupan, Bintang mempertegas pandangannya bahwa puisi kunang-kunang sejatinya ingin membahas ada peristiwa yang pasti dilalui tiap manusia yakni kematian. Kematian yang membuat manusia terpisah dengan manusia lainnya, jika ini alasan kunang-kunang diperkenalkan saya menyepakati dengan syarat hanya berlaku antara manusia yang hidup dengan yang mati. 

Betapapun manusia mengucapkan pada kekasihnya akan sehidup semati namun perkara hidup dan mati sudah ditentukan Allah dan manusia perasaannya mudah berubah, kadang tergoda pada hal-hal yang baru sehingga tak bisa menjamin ucapan itu mengandung kebenaran seratus persen oleh karena kebenaran haqiqi hanyalah milik Allah. 

Ternyata kunang-kunang tak hanya memiliki keindahan lewat kedip cahayanya namun punya mitos yakni dikenal sebagai kuku orang mati atau jelmaan iblis. Meskipun bentuknya sudah jelas sebagai serangga, namun kedipan lampu hewan ini masih sering jadi pertanyaan dan perdebatan di kalangan peneliti.

Jika kita berpedoman pada firman Allah, “Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-nama Yang Paling Baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan dibumi dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hasyr, 59:24)
Maka bisa kita katakan dengan tegas bahwa kunang-kunang adalah ciptaan Allah, bukan mitos yang tercipta dari kuku orang mati atau jelmaan iblis.
Allah selalu menciptkan makhluknya dengan sempurna dan memiliki daya pikat, demikian dengan kunang-kunang, sebuah sain mengungkapkan (http://tunikata.wordpress.com/2009/12/13/rahasia-allahpenciptaan-kunang-kunang-dan-makhluk-bercahaya-lainnya)  kunang-kunang mampu menghasilkan hampir seratus persen cahaya dari energi yang ada. Ini dikarenakan disain sempurna pada sistem penghasil cahaya yang dimilikinya. Tubuhnya berisi zat kimia khusus bernama lusiferin, dan enzim yang disebut lusiferase. Untuk menghasilkan cahaya, dua zat kimia ini bercampur, dan percampuran ini menghasilkan energi dalam bentuk cahaya. Molekul kompleks ini telah didisain secara khusus untuk memancarkan cahaya. 

Penempatan setiap atom yang membentuk molekul tersebut telah ditentukan sesuai dengan tujuan ini. Tidak ada keraguan bahwa disain biokimia ini bukanlah sebuah kebetulan. Ia sengaja diciptakan secara khusus. Sebagaimana Allah telah memberi semua makhluk hidup ciri mereka masing-masing, Dia juga telah mengajarkan kunang-kunang cara membuat cahaya.

Tapi, untuk apakah kunang-kunang membuat cahaya melalui teknologi yang sedemikian maju. Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan ini, kita harus mengamati lebih dekat sekawanan kunang-kunang. Sekelompok kunang-kunang dalam jumlah besar, hingga ratusan ribu, di malam hari memunculkan pemandangan yang membuat kita seolah sedang berjalan di bawah bintang-bintang.

Cahaya ini sangatlah penting bagi kunang-kunang sebagai alat komunikasi. Sepanjang sejarah, manusia telah menggunakan berbagai sarana untuk berkomunikasi. Salah satunya adalah sandi morse, yang terdiri atas kombinasi sinyal panjang dan pendek, dan dipakai pada telegram. Kunang-kunang menggunakan sinyal cahaya untuk berkomunikasi, cara yang menyerupai sandi morse.

Kunang-kunang jantan menyalakan dan memadamkan cahayanya untuk mengirim pesan kepada sang betina. Pesan ini berisi kode tertentu. Dan kunang-kunang betina menggunakan kode yang sama untuk mengirim pesan balasan kepada sang jantan. Sebagai hasil dari pesan timbal-balik ini, sang jantan dan betina mendekat satu sama lain.

Sejak saat ia dilahirkan, tiap kunang-kunang mengetahui bagaimana berkirim pesan dengan cara ini, dan bagaimana memahami pesan yang dikirim oleh yang lain. Singkatnya, masing-masing dari ribuan kunang-kunang yang kita lihat bersama di kegelapan malam adalah sebuah keajaiban penciptaan. Pencipta sistem yang luar biasa ini adalah Allah, Pencipta semua makhluk hidup.

Kesimpulan
Paling tidak puisi Bintang Kartika ingin mengungkapkan bahwa gelap dan sendiri merupakan dua hal yang mengintimi manusia baik dalam hidup maupun dalam kematiaannya. Gelap dan sendiri bisa jadi tapal batas kehidupan, artinya orang yang hidup dan orang yang mati. Namun gelap dan sendiri tidak bisa kita amini sepenuhnya sebab pada hakekatnya Allah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan yakni ada laki-laki dan perempuan, tua-muda, siang-malam, gelap-terang, sunyi dan ramai. 

Jika yang dimaksud gelap dan sendiri adalah pembatas antara manusia yang hidup dan yang mati barangkali ada benarnya. Namun mengamininya sebagai kebenaran yang tunggal adalah pandangan yang saya rasa terlalu gegabah sebab pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang bertuhan dan Allah senantiasa bersama hamba-hambaNya. 

Apapun itu, Bintang Kartika telah mengungkapkan kenangannya bersama kunang-kunang dan kita sebagai pembaca diberi kebebasan dalam menafsirkan, oleh sebab pandangan ini termasuk wilayah sensitif yang jika tidak disikapi dengan bijak akan muncul anggapan bahwa sejatinya gelap dan sendiri adalah dua hal yang dimiliki manusia dalam menempuh hidupnya maka dengan menginsafi hidup tak selamanya gelap dan sendiri, pada hakekatnya kita sedang berlatih menuju manusia yang lebih bijaksana dengan menepikan anggapan bahwa gelap dan sendiri milik manusia seutuhnya. 

Bahan Bacaan 
1. Sudaryono Unja : apreasi puisi Kunang-kunang Yang Membuat Kepala Berkunang". Group puisi. 2,7. 2014
2. Mohsyahrier Daeng : apresiasi perjalanan kunang-kunang, Group Puisi 2,7. 2014

Selasa, 05 Agustus 2014

MENGINTIMI DUNIA SPRITUAL DALAM PERCAKAPAN KE-0

Oleh Moh. Ghufron Cholid*

Hidup memang bukan puisi
Tetapi menjadikan hidup sebagai puisi
Hari-hari yang telah berlari
Bisa disaksikan kembali
Moh. Ghufron Cholid

Narudin adalah sosok pemuda yang menyukai puisi, cerpen juga menyukai menerjemahkan karya asing ke dalam bahasa Indonesia, demikian saya mengamati proses kreatifnya mesti tak pernah bertatap secara langsung hanya bersahabat lewat jejaring sosial bernama facebook. Demikian pengenalan secara singkat terhadap sosok yang karya puisinya akan menjadi bahan bahasan.

Rasanya, kurang adil juga jika terlalu membahas sosok tanpa membahas karya sebab sejatinya yang sedang saya hadapi bukan Narudin namun karyanya, profil singkat hanyalah sebagai pengantar awal sebelum memasuki karya yang akan saya bahas.

Betapa penyair begitu mendapat tempat istimewa dalam pandangan agama Islam. Dalam al-Qur'an penyair mendapatkan pembahasan secara khusus dalam surat ke 26 juz ke 19 bernama asy-syuara (para penyair). Namun kendati demikian menjadi penyair di negeri Indonesia bukanlah merupakan suatu profesi khusus oleh sebab itulah tak diletakkan dalam KTP.

Kepedulian yang istimewa ini tidak lantas membuat penyair besar kepala, meski dalam al-Qur'an status penyair begitu diakui ada garis besar yang perlu direnungkan bersama, penyair yang istimewa dalam pandangan Islam adalah orang yang beriman, beramal shaleh dan banyak menyebut asma Allah dan menolong agar terhindar dari kedhaliman.

Paling tidak adanya surat asy-syuara menjadi bukti bahwa umat nabi Muhammad adalah para ahli sastra oleh sebab itulah al-Qur'an menjadi mukjizat terbesar, yang keindahan dan kebenarannya tak tertandingi sepanjang masa.

Jadi al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah kitab sastra yang maha dahsyat yang tak bisa ditandingi oleh seluruh ahli sastra sepanjang zaman oleh karena al-Qur'an bukan buatan manusia.

"Sesungguhnya kami turunkan al-Qur'an dan kami pula yang akan menjaganya" maka bisa dipastikan al-Qur'an bukan karya manusia dan keaslian al-Qur'an akan senantiasa terjaga.

Lalu, apa hubungannya dengan pembahasan atas karya Narudin, apakah pemaparan ini bermaksud untuk mendukung kerja kreatif yang dilakukan Narudin atau malah sebaliknya, mengkritisi karya penyair bernama Narudin dengan karya puisinya yang telah menjadi konsumsi publik? Untuk menjawabnya alangkah lebih bijak jika kita membaca karya Narudin terlebih dahulu,

PERCAKAPAN KE-0

Di ruangan ini, aku menunggu
diriku yang belum kembali;
di ruang itu, kau menggu
dirimu yang telah kembali
Di waktu ini, aku menghitung
waktu sebelum lahir dan setelah mati;
di waktu itu, kau menghitung
dirimu, aku diriku,
adakah siksa yang abadi...

Paling tidak percakapan ke-0 merupakan puisi renungan yang dipetik dari surat al-'ashru (WAKTU), sebuah puisi yang membuat kita merenungi waktu-waktu yang telah berlari, sebuah puisi yang menjadi timbangan atau hitungan atas perbuatan kita,

"Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, saling bernasehat dalam kebenaran dan saling bernasehat dalam kesabaran."

Narudin lewat puisi percakapan ke-0, paling tidak telah mengajak dirinya dan kita sebagai pembaca untuk senantiasa bermuhasabah, menimbang-nimbang segala ucap dan tindakan yang telah lama kita geluti, dipihak manakah kita tegak berdiri, selalu condong dalam berprilaku baik atau malah sebaliknya.

Dalam percakapan ke-0, bisa dikatakan Narudin keluar dari barisan penyair yang melakukan perbuatan sia-sia, penyair yang hanya diikuti orang-orang dungu, keluar dari barisan penyair yang menyianyiakan karunia. Apakah terhindar dari golongan mereka berkata namun tak melakukan? Semua terpulang pada diri masing-masing, paling tidak Narudin telah mengamalkan poin bernasehat dalam kebenaran seperti yang tertuang dalam surat al-'ashru.

Narudin sedang melakukan pergulatan batin lewat puisi percakapan ke-0, Narudin seakan mulai mengintimi dunia spritual untuk menjadi pribadi yang lebih bermakna.

Narudin sedang melakukan proses pencarian jati diri untuk lebih mengenal siapakah sosok yang lebih sering bermukim dalam hatinya.

Siapa yang berjalan di atas jalannya maka sampailah ia, demikian mutiara hikmah arab yang kurang lebih terjemahan bebasnya seperti yang saya paparkan.

Pencarian membutuhkan perjuangan dan keteguhan hati. Tidak selamanya pencarian seirama harapan oleh ianya kesabaran sangat dibutuhkan seperti halnya untuk mendapatkan mutiara di tengah lautan dibutuhkan perjuangan dan doa untuk sampai pada tujuan. Untuk bisa menikmati manis perjuangan pengorbanan dibutuhkan. Pergulatan batin penyair telah ia sampaikan dalam percakapan ke-0.

dirimu, aku di diriku,
adakah siksa yang abadi...

Ada semacam keraguan yang dipupuk oleh Narudin, adakah siksa yang abadi, pertanyaan semacam ini adalah naluri kemanusiaannya yang berbicara, yang bisa jadi lahir dari sebuah pengamatan, segala sesuatu akan binasa kecuali Allah maka jika ayat ini yang diyakini siksa (duka) tak ada yang abadi.


*Pendiri Dengan Puisi Kutebar Cinta dan Pengelola Taman Sastra Nusantra di FB bermukim di Madura

Rabu, 16 Januari 2013