Sabtu, 06 September 2014

DAUN-DAUN HITAM YANG MENGUNGKAP CINTA

(esai apresiatif atas cerpen Yuli Nugrahani berjudul Daun-daun Hitam)

Oleh Moh. Ghufron Cholid*



Pendahuluan

Ada baiknya sebelum mengintimi cerpen Daun-daun Hitam, saya ketengahkan sekilas tentang biodata penulis cerpen Daun-daun Hitam yakni Yuli Nugrahani, lahir di Kediri, 9 Juli 1974. Minat membaca dan menulis sejak kecil. Selain jurnalistik, bidang lain yang diminati hingga kini adalah sosial, keadilan dan perdamaian. Karya sastra dalam bentuk cerita pendek mulai dipublikasikan pada tahun 1998, tersebar di beberapa media, termasuk dan Antologi Cerpen 'Kawin Massal', 2011 dan Antologi Puisi dan Cerpen Hilang Silsilah, 2013. Keduanya diterbitkan oleh Dewan Kesenian Lampung. Puisi-puisinya mulai dipublikasikan pada 2013, terangkum dalam kumpulan puisi Pembatas Buku diterbitkan oleh Indepth Publishing, 2014 juga masuk dalam Antologi Puisi 8 Tahun Lumpur Lapindo 'Gemuruh Ingatan', 2014.


Daun-daun hitam, Yuli memperkenalkan anak imajinasi dengan sesuatu yang mampu membuat seorang penasaran, tentang warna daun. Daun umumnya berwarna hijau, kuning, dan cokelat. Namun daun hitam adalah pengenalan yang tak lazim? adakah daun hitam itu? Ketertarikan itulah yang membuat saya mengakrabi cerpen ini. Ternyata untuk sampai pada daun hitam, Yuli mengemasnya dalam cerita konflik yang penuh konflik dalam sebuah keluarga yang hanya dihuni oleh Bapak yang digambarkan sebagai sosok yang tak lagi berdaya karena faktor usia, disertai keinginannya untuk pulang ke kampung halaman, di tengah himpitan ekonomi. , anak laki-laki yang juga seorang suami, yang memiliki konflik cemburu kepada bapaknya yang terlalu mendapatkan perhatian lebih di banding dirinya sebagai seorang suami. dan menantu (istri) yang memiliki konflik batin antara berbakti kepada Bapak mertua yang sudah tak berdaya dan mencintai suami yang menjadikannya istri. .

Tokoh Bapak atau ayah mertua yang digambarkan sebagai tokoh yang tak berdaya di masa tuanya, berikut penutulisan penulis atau pendeskripsiannya, Suara batuk bapak memecah udara. Bapak semakin sering batuk akhir-akhir ini. Istriku memakaikan pampers ukuran besaruntuk bapak supaya dia tidak sering-sering mengganti sprei dan selimut. Setiap batuk pasti ada kencing yang ikut keluar. Bau ompol orang tua sangat menyengat, pesing dan sengak, tidak mudah dibersihkan dan baunya bisa menyebar hingga kamar. 

Dalam hal ini Yuli berhasil memotret konflik kehidupan manusia di masa tua yang tidak bisa dihindari, di mana manusia ketika sudah berada di usia tua, ia akan kembali menjadi seseorang yang sangat membutuhkan perhatian lebih karena tidak bisa hidup mandiri, bahkan untuk mengerjakan pekerjaan yang sangat vital seperti ganti baju, kencing dan lain sebagainya. 

Yuli Kembali mendeskrispsikan tokoh bapak dengan sangat apik, sejak bapak pindah ke rumahku, melukis dan segala percobaan melukis menjadi satu-satunya kegiatan yang ditekuninya. Setelah Bapak tidak lagi aktif melukis, peralatannya diletakkan di gudang itu bercampur dengan alat-alat masak dan juga alat kebersihan. (halaman, 2)

Ada kecendrungan perubahan sikap manusia di masa muda dan masa tua. Di masa muda, manusia cendrung bisa mengerjakan segala aktivitas yang disukainya dengan mudah namun di masa tua, manusia sudah tidak bisa beraktivitas dengan baik dikarenakan perubahan usia, manusia selalu suka pada hal yang baru. Segala sesuatu yang disukai akan dirawat dengan baik, lain halnya ketika alat tersebut sudah tak menarik minat atau tak bisa dipakai, ia akan meletakkannya dalam gudang dan mencampurnya dengan beragam peralatan yang tak terpakai. Yuli hendak menggugat kebiasaan tersebut.

Ketakberdayaan seorang bapak begitu inten diamati Yuli dalam cerpennya dan ia pun menulis begini, Dulu, apapun pasti beres jika ada bapak, tak mungkin tidak, bahkan saat aku marah padanya pun segala urusan masih diselesaikannya. Tapi kini, hanya sekedar ingin bicara saja, batuk sudah menyembur duluan. Bapak tidak lagi bisa bergerak leluasa. Bahkan untuk kencing dan berak, istriku yang harus membantu membersihkannya. Tidak ada lagi petani kakao gagah yang dulu begitu bangga merasa memiliki tanah-tanah dan keahlian mengolahnya. Tak ada lagi seniman kukuh yang terus bereksperimen mengolah sampah menjadi lukisan-lukisan. Tanahnya hilang, kreatifitasnya tak tersisa dan tubuh kokohnya lunglai. Setetes embun mengental di ujung pelupukku. Bapak. Mungkinkah kembali ke Betung tanpa mengingat tanah-tanah yang hilang dan keperkasaan yang terguncang? Mungkinkah kembali ke sana tanpa rasa sakit hati yang dulu mampu meluapkan amarah bahkan sanggap membunuh orang? (halaman, 3)

Penggambaran atas ketakberdayaan seorang manusia karena perubahan usia, kegelisahan seorang anak yyang sedang memikirkan keadaan orang tuanya yang sedang sakit-sakitan, ingatan seseorang atas konflik yang mengiris batin di masa silam, direkam secara apik oleh Yuli.

Perhatian seorang menantu kepada Bapak mertuanya dan kecemburuan tokoh suami pada istrinya, yang lebih perhatian kepada Bapak mertuanya yang sedang sakit. Yuli menulis begini, "Jangan ganggu bapak. Baru bisa tertidur beberapa menit. Batuknya, kasihan." (halaman 3). di kesempatan yang lain Yuli menulis begini, Dia begitu telaten menghadapi bapak. Direngkuhnya serupa bapaknya sndiri. Bahkan kadang-kadang aku merasa bahwa dia lebih sayang pada bapak daripada aku. Dia (halaman, 4).

Adalah sifat dasar manusia cemburu pada orang lain terlebih jika yang dicintainya lebih perhatian pada orang lain dibandingkan dirinya kendati orang yang lebih diperhatikan adalah orang tuanya sendiri (ayah mertuanya). 

Kenangan pada kampung halaman selalu diingat meski dalam perantauan, demikian yang hendak ditegaskan oleh Yuli selaku cerpenis, hal ini dituang dalam pandangannya,  Aku masih terlalu sakit jika mengingat kenangan-kenangan Betung dan seluruh peristiwa yang membuat tanah-tanah kami tiba-tiba diambil para perampas. Tanah-tanah yang tak bisa lagi kami masuki dengan leluasa dan tak bisa kami ambil buah-buah manisnya. 

Saya pun terus membaca baris demi baris hingga saya mendapatkan jawaban mengapa Yuli memperkenalkan cerpennya sebagai daun hitam, pada paragraf ini saya menemukan jawaban atas rasa penasaran saya, tentang daun hitam, Yuli menulis begini, Daun-daun sudah terbakar sebagian. Api mengubah daun-daun menjadi hitam jelaga dengan gurat-gurat daun yang masih tersisa. Pikiranku menghablur pada kenangan lereng Betung, Istriku ingin ke sana. Bapak pun ingin kembali ke sana. "Aku mau dikuburkan di kampungku sendiri." Kata-katanya jelas diucapkan beberapa kali saat sakit mulai menderanya dulu. "Lebih baik jika aku pulang sebelum mati, sehingga kau tak perlu mengusung kerandaku. Biar aku jalan sendiri dan pulang." 

Ada pelajaran berharga yang bisa dipetik dari hasil membaca cerpen daun-daun hitam karya Yuli Nugrahani yakni tanah kelahiran akan selalu menyisipkan kerinduan kendati berada di tanah rantau. Tanah kelahiran akan selalu lekat dalam kenangan, meski dengan mengingatnya beragam konflik batin akan mendera. Mati di kampung halaman merupakan impian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang yang begitu mencintai tanah kelahirannya, dengan segenap konflik kehidupan yang mengiringi. 

Yuli seakan ingin menegaskan lewat cerpen daun-daun hitam bahwa kampung halaman adalah paling baiknya tempat menempa kepekaan dan ketabahan. Kampung halaman akan selalu hidup dalam ingatan, oleh karenanya mati di kampung halaman adalah hal yang sangat membanggakan. 

Sebagai penyair yang juga cerpenis yang menyukai sosial, keadilan dan perdamaian, Yuli telah bergerak dan menerjemahkan impiannya lewat karya cerpen yang digeluti, ketika kecintaan akan kampung halaman mulai meredup, Yuli bangkit dan berteriak lantang lewat cerpennya untuk mengajak kita kembali ke kampung halaman, tanah kelahiran. Hanya dengan mencintai kampung halaman kita bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik, menjadikan kampung halaman sebagai tempat untuk berbagi hidup dan penghidupan dengan sesama. 

Tak hanya itu, Yuli menegaskan kecintaan seorang bapak pada anaknya tak pernah menipu, hal ini diungkapkan, melalui pendekripsiannya, "Ya ampun. Bahkan bapak memotret beruk." Lalu foto-fotoku saat masih remaja, juga saat perkawinan kami. Foto kami sekeluarga  di depan rumah. Di dekat sungai, di anatara pohon karet dan kakao. (Halaman, 4)

Bapak yang bekerja keras, kasih sayangnya kurang diliput, sehingga dalam agama menghormati ibu 3:1 daripada bapak. Hal ini bisa dipahami karena ibu yang mengandung sembilan purnama, melahirkan dengan suka cita. Namun lewat cerpen Yuli Nugrahani keintaan seorang Bapak pada anak dan menantunya berhasil diungkap. 

Madura, 6 Sepetember 2014
*Pendiri Dengan Puisi Kutebar Cinta, penikmat sastra, bermukim di Madura. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar